Mengapa Wonogiri Bisa Jadi Markas JEI?
Dimuat di situs Mediakrasi (www.mediakrasi.com) 22/12/2003
Oleh: Lasma Siregar (Melbourne, Australia).
Mediakrasicom, Dunia Sudah Gila - Di selatan pulau Jawa di kota Wonogiri yang adem ayem, ada perkumpulan penulis surat pembaca. Seorang penggemar sepakbola, pembaca dan penulis yang bernama Bambang Haryanto mendirikan JEI atau Jaringan Epistoholik Indonesia.
Untuk jadi anggota tidaklah gampang dan tidak semua orang bisa diterima. Sekalipun dirimu Oma Irama, Gus Dur, Iwan Fals, Bob Hassan atau pun Mbak Tutut ! Soalnya anda harus mengidap sebuah 'penyakit' yang bernama Epistoholik atau kecanduan menulis surat pembaca.
Anthony Parakal dari Mumbay (Bombay) India sudah ketularan sejak tahun 1953. Di tahun 1992 menurut majalah TIME beliau sudah menulis surat pembaca sebanyak 3.760 surat ke seluruh surat kabar dunia yang berbahasa Inggris. Bayangkanlah hobinya!
Banyak orang yang bertanya, "Kok orang bisa kecanduan menulis surat pembaca? Apakah mereka kurang kerjaan atau perlu diperiksa dokter jiwa?"
Berbagai rupa manusia berbagai ragamlah kecanduannya. Ada yang gemar bermabuk-mabuk, kokain, berjudi di casino atau kumpul kebo. Ada yang kecanduan memancing ikan, ngumpulin perangko atau belajar tentang lautan dengan segala fauna dan floranya. Ada yang gemar mendaki gunung bahkan sampai tewas di gunung!
Saya pernah dengar ada orang yang kecanduan supernatural, sampai dipelajarinya tuyul, leak, Drakula di Rumania sampai persantetan di Banyuwangi dan sebagainya. Pokoknya ada sesuatu di sana yang menyebabkan kita tak bisa hidup bahagia tanpa kehadirannya. Ibarat kota Jogja tanpa gudeg, batik, kretek dan gamelannya yang merdu. Begitulah nasib seorang Epistoholik di dunia ini!
JEI semangatnya egaliter sebagai wahana bersosialisasi, bertukar gagasan, berasaskan saling asah, asih dan asuh. Banyak orang di Australia yang bilang mereka menemukan sesuatu yang benar dan menarik di lembaran surat pembaca.
Yang ditulis rakyat biasa dengan bahasa sederhana tanpa banyak hiasan kata hampa.
Kata orang, kalau mau tahu New York bacalah surat kabar, majalah dan bukunya. Baca surat pembacanya ! Jantung kota New York berdebar dalam kehidupan rakyatnya, aroma jalanan dan ributnya pasar di tengah sibuknya manusia yang kian kemari.
Sebelum menjadi anggota JEI, pikirkanlah baik-baik! Soalnya, sekali anda jatuh cinta tak mungkin berpisah lagi. Seperti seorang yang kecanduan, esok anda akan kembali menulis surat pembaca. Ingatlah nasehat mbahmu: "Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna!"
Seandainya anda kepepet dan tak bisa ditahan-tahan lagi serta perlu P3K (Pertolongan Pertama Pada Ketularan), e-mail dengan segera markas JEI di epsia@plasa.com untuk pertolongan darurat. Bambang Haryanto selalu siap siaga untuk keadaan seperti itu. Harap tenang dan teruslah menulis surat pembaca!
Para pengidap Epistoholik yang dikagumi di Indonesia adalah Soeroyo dari Solo yang pensiun di tahun 1981 dan Hadiwardoyo dari Kaliurang yang berusia 80 tahun tapi berjiwa 18 tahun. Bukan main! Mereka benar-benar penulis surat pembaca yang bermutu.
Dalam menulis mereka tak kalah kalau dibandingkan dengan Taufiq Ismail atau Pramudya Ananta Toer. Nggak percaya? Bacalah surat-surat kabar di pulau Jawa atau internet (http://hwar.blogspot.com dan yang satunya lagi http://epsia.blogspot.com).
Mau ketularan Epistoholik? Go for it! Make your day! (ls, melbourne)
Kirimkan komentar dalam artikel ini pada http://www.mediakrasi.com/article.php?story=20031222010514791#comments
----------
Warga Pinang Minta Perlindungan Komnas HAM
Dimuat di situs TempoInteraktif (www.tempointeraktif.com) 19/12/2003
Masih terkenang sebelum Lebaran, bagaimana orang jadi orang gusuran atau orang usiran yang nampaknya dalam media mereka bagaikan para pengungsi di Gaza Strip atau Rwanda.
58 tahun merdeka, hanya inikah yang bisa kita perbuat buat rakyat kecil ? Saya malah membaca dan mendengar ada yang terpaksa tinggal di perahu atau jadi boat people a la Indonesia. Bukan main !
Kalau tadinya punya tanah air, kini Cuma tinggal air saja. Semoga mereka tidak berkembang biak di atas air dan digusur atau diusir lagi karena jadi kampung air yang liar dan mengganggu. Kalau sampai terjadi, bayangkanlah rakyat kita yang tadinya 17 Agustus 1945 punya tanah air kini sudah tak punya tanah air ? Mau jadi apa ya pak ?
Syukurlah Komnas HAM datang sebagai pelindung warga Pinang yang perlu kita lindungi. Kalau bukan kita, sesama rakyat kecil warga republik ini, siapa lagi ? Jadi anak jalanan, pengamen, pemulung, berkampung liar atau pun pengemis, bukanlah kejahatan atau melanggar hukum di dunia. Tak ada orang yang memilih atau bermimpi mau hidup begitu !
Situasi dan kondisi yang diabaikan selama 32 tahun-nya Suharto, inilah akibatnya kini. Hampir sejumlah 40 juta orang di Indonesia yang tak punya kerja atau pendapatan, apalagi yang namanya masa depan dan harapan.
Kalau dibiarkan berkembang biak begitu saja tanpa ada yang berbuat apa-apa, wah bayangkanlah 40 juta orang yang mengamuk. Imagine that !
- LASMA SIREGAR, Melbourne.
------------
Saddam Hussein Ada Dimana Saja !
Dimuat di kolom Surat Pembaca Kompas Cyber Media, 18/12/2003
Saddam Hussein sebaiknya diadili di Iraq. Oleh pengadilan Iraq, di bawah UUD Iraq, di mana ia harus bertanggung jawab apa yang terjadi atas rakyat iraq.
Saddam Hussein tidaklah sendiri di bumi ini. Banyak Saddam Hussein lainnya yang Juga perilku diadili. Dunia internasional perlu tegas, tanpa pandang bulu dalam mengadili orang.
Masih ingat Cambodia, Argentina, Nicaragua, Zaire, Somali, Rwanda, Chechenia, East Timor, Indonesia dan lain-lainnya ? Masih ingat apa yang terjadi di Lebanon, Gaza Strip, West Bank, Panama dan seribu pojok bumi lainnya ?
Semoga dengan bisa diadilinya Saddam Hussein ini, yang lainnya bisa menyusul dan yang mau mencoba jadi Saddam Hussein bisa berpikir dua kali. Salam dan doa untuk rakyat Iraq yang begitu lama menderita. Reformasi akhirnya tiba di Iraq !
Lasma Siregar (las032002@yahoo.com)
PO Box 1130 Windsor 3181
Melbourne Australia
------------
Demi Kesopanan, Marilah Telanjang Bulat
Dimuat di situs Mediakrasi (www.mediakrasi.com) 18/12/2003
Oleh: Lasma Siregar (Melbourne, Australia).
Mediakrasicom, Dunia sudah gila – Musim panas dan liburan akhir tahun berarti pasir putih, laut dan langit biru di Australia. Banyak orang berlibur ke tepi laut, banyak juga yang pergi ke pantai telanjang ! Kembali ke alam bebas bagaikan bocah tak berdosa.
Demi kesopanan pengunjung diwajibkan telanjang bulat. Bulat ! Bukan segi tiga alias pakai mini bikini atau cawat !
Pantai telanjang (nudis) kota Melbourne sengaja ada di kejauhan alam yang aduhai indahnya. Dari tempat parkir, Anda harus jalan kaki 3 km lewat padang cemara lembah hijau lalu sampai ke pantai telanjang.
Antara angin dan ombak laut, orang-orang pada main beach volley ball, sepakbola, berenang, baca buku di bawah pohon, masak, makan minum, main gitar, berlagu bergembira. Semuanya telanjang bulat !
Mulai anak-anak di bawah 13 tahun sampai orang-orang tua di atas 50 tahun, semuanya sehat walafiat bertelanjang bulat. Yang tidak rela bertelanjang bulat dianggap menderita gangguan jiwa dan diasingkan. Tak ada yang mau berkawan !
Yang perlu hati-hati adalah kalau berenang atau berjemur di bawah pohon. Kalau sempat disikat ubur-ubur atau ikan pari atau dijepit kepiting, wah bisa kacau balau ! Bagaimana menerangkan pada ibu juru rawat di rumah sakit, kok sampai bisa digitukan sama kepiting di situ ?
Ada yang datang sekeluarga, ayah ibu dan anak-anaknya. Ada pasangan muda, orang dewasa dan perempuan yang lagi hamil segala. Segala rupa, segala warna, segala background, segalanya ! Ada yang bertato, body piercing, berambut sangat gondrong atau gundul atas bawah. Semuanya jadi satu dalam ketelanjangannya sebagai anak Adam dan Hawa di pantai yang sejenak bagaikan taman Firdaus.
Dalam perjalanan pulang, dalam berpakaian kembali, kita semuanya nampak asing sekali. Semua berbeda, ada yang kaya ada yang biasa. Ada yang bahagia ada yang diam saja. Ada yang tinggal di Melbourne ada pengunjung dari luar negeri ! Satu sama lain pergi ke arah yang berbeda untuk tak jumpa lagi.
Pantai telanjang dimana Anda bisa berbugil di bawah matahari, masak, main gitar dan berpesta pora bersama begitu banyak orang akan selalu tinggal dalam kenangan. Hidup sehat adalah hidup kembali ke alam bebas alias telanjang bulat ! Bagaimana ? Siap untuk telanjang bulat ? (ls-summerbeach03).
-----------
Jaringan Epistoholik Indonesia (JEI) bukan JI
Dimuat di situs Mediakrasi (www.mediakrasi.com) 11/12/2003
Oleh : Lasma Siregar (Melbourne, Australia).
JEI, bukan JI, adalah idea yang sangat unik, lucu dan creative dari kalian yang benar-benar jenius.(?)
Alangkah baiknya kalau kita bikin definisi, apa yang bisa disebut sebagai surat pembaca? Surat = sesuatu yang ditulis dan dikirim lewat pos, pakai amplop dan perangko. Sesuatu yang bisa dipegang dan ditanda tangani.
E-mail atau fax saya kira bisa diperdebatkan. Surat pembaca saya, akhirnya karena kepanjangan jadi sebuah artikel buat mediakrasi di internet.Saya sering mengirim komentar buat Gatra on line. Apakah ini bisa disebut surat pembaca?
Bagaimana Pak ? Soalnya tinggal di Australia, internet adalah satu-satunya cara baca koran atau media tanah air. Nanti kalau ada surat pembaca saya yang baru, saya akan kirimkan lewat pos sebagaimana sebelum zamannya e-mail dan fax!
Sekian dulu Pak, salam dari Melbourne dan selamat membaca surat pembaca saya yang berakhir jadi artikel. Bye!
-------------------------
Annah Gadis Jawa di Kuas Paul Gauguin Pelukis Dunia
Dimuat di situs Mediakrasi (www.mediakrasi.com)11/12/2003
Oleh : Lasma Siregar (Melbourne, Australia).
Mediakrasicom, Luarnegeri - Bagaimana seorang Annah, gadis Jawa, bisa sampai di ranjang Paul Gauguin, seorang pelukis dunia? Siapakah Annah sebenarnya?
Paul Gauguin pergi dari selatan Perancis yang indah. Masuk hutan Tahiti, menjelajah kepulauan terasing Marquesas dan akhirnya menetap hidup dengan berbagai wanita dan melukis. Salah satu lukisannya adalah "Annah si gadis Jawa" yang tampil telanjang.
Siapakah Annah si gadis dari Jawa ini? Bagaimana ia bisa sampai ke Tahiti dan muncul telanjang bulat dalam posisi tiarap di ranjang, dalam sebuah lukisan Paul Gauguin? Apakah ia diculik dan dijual ke sana? Ataukah ia anak seorang pekerja dari pulau Jawa (TKI) yang banyak didatangkan ke jajahan Perancis, New Caledonia didekatnya? Bagaimana mereka bisa ketemu dan Annah berakhir begitu?
Dalam banyak buku tentang Paul Gauguin yang ditulis setelah sang pelukis meninggal (1904), dikatakan bahwa ia meninggalkan anak-istrinya, pekerjaannya di bank, warisan keluarganya dan kawan-kawannya seniman seperti Monet, Pissaro dan Vincent van Gogh. Apa sebabnya, tak ada yang tahu pasti.
Dalam buku Francoise Cachin, "Gauguin: The Quest for Paradise" (Thames and Hudson 1992) ditulisnya bahwa Paul Gauguin jumpa Annah di Paris dan kumpul kebo atau barangkali kumpul sapi karena tak ada kerbau disana, selama setahun.
Paul Gauguin melukisnya, rambut disanggul dan telanjang bulat di kursi mahal dengan seekor monyet piaraan di kaki kirinya. Tak ada penjelasan bagaimana Annah dan sang monyet sampai ada di Paris.
Di Tahiti, Paul Gauguin melukis dari apa yang dilihat dan dialaminya dalam hidup sebagai penduduk asli. Nampaknya ia menemukan kebahagiaan yang dicarinya sebagai pelukis.
Seperti Bali, Tahiti jadi pulau surga yang hilang atau taman Firdaus di Pasific.
Namanya jadi terkenal, pameran dan perhatian orang meningkat. Namun sang pelukis makin lama makin liar di hutan pulau Hiva Oa di kepulauan Marquesas yang bagaikan tropical paradise baginya. Wanita yang montok dan eksotik pada antri dalam hidup dan dalam lukisannya.
Salah satu yang tak terlupa adalah: Annah the Javanese. Annah telanjang bulat di sebuah ranjang dalam posisi mendatar di kejauhan Tahiti. Bagaikan Monalisa, Annah jadi sebuah misteri yang unik.
Siapakah dikau Annah? Dari desa manakah di pulau Jawa kau berasal? Bagaimana kau sampai bisa terlibat dalam hidup pelukis ternama di dunia seperti Paul Gauguin? Yang lebih penting lagi, bagaimana kau sampai berbugil segala di ranjangnya dan dilukis?
Seandainya lukisan bisa berkisah, mungkin sebuah buku sudah tertulis atau kisah petualanganmu sudah dijadikan sebuah film. Garin Nugroho, apakah engkau mencari cerita buat filmmu yang akan datang? Siapa tahu penulis Ajip Rosidi yang suka lukisan, mau menyusuri jejak-jejakmu perjalanan hidupmu Annah!
Aku hanya seorang rakyat kecil yang sok ingin tahu saja! What can I do?
(ls-melbourne art centre 03)
Kirimkan komentar dalam artikel ini pada http://www.mediakrasi.com/article.php?story=20031211000109692#comments
------------
Mencari Langit Sobron Aidit
Dimuat di situs Mediakrasi (www.mediakrasi.com) 22/11/2003
Oleh: Lasma Siregar (Melbourne, Australia)
Mediakrasicom, Luarnegeri - Sobron Aidit lahir 2 Juni 1934 di Tanjungpandan pulau Belitung. Ia mulai menulis pada usia 13 tahun. Pada usia 14 tahun ia pindah ke Jakarta dan kebetulan serumah dengan Chairil Anwar. Persahabatan mereka membuat Sobron 'kian berapi'.
Cerita pendeknya 'Kedaung' terbit di majalah 'Waktu' (Medan) 1948, yang kemudian diikuti oleh berbagai cerpen dan puisinya, yang bermunculan diberbagai harian, mingguan, bulanan yang terbit di Jakarta. Dua kali ia memenangkan Hadiah Sastra, ditahun 1955 dan 1961 untuk cerita pendeknya : 'Buaya dan dukunnya' dan 'Basimah'.
Dalam usia sangat muda, Sobron ditahun 1955 jadi wartawan 'Harian-Rakyat' dan 1962 di 'Bintang-Timur'. Ia juga jadi guru SMA sambil kuliah di UI dan kemudian bersama Wim Umboh dan S.M. Ardan mereka mendirikan 'Seniman Senen' (semacam kumpulan para seniman dan seniwati).
Tahun 1955, dalam usia baru 21 tahun bukunya 'Ketemu di jalan' (kumpulan puisi bersama Ajip Rosidi dan S.M.Ardan) diterbitkan Balai Pustaka. Disusul oleh 'Pulang Bertempur' (1959) dan 'Derap Revolusi' (1961-cerita pendek dan novel pendek). Berbagai tulisannya diterjemahkan dalam bahasa: Inggris, Jerman, Perancis, Belanda, Cina juga Russia dan Bulgaria.
Tahun 1964, Sobron dapat posisi sebagai guru besar sastra dan bahasa Indonesia di Institut Bahasa Asing di Beijing, RRT atau kini RRC. Kemudian datanglah 1965 dengan G 30 September-nya dan Sobron menghilang dari mata dan berita.
Jika Pramudya Ananta Toer sempat 'liburan terpaksa' di pulau Buru, Sobron lepas bebas dan giat di Europe menerbitkan majalah: Kreasi, Mimbar, Arena. Ia selalu lantang bersuara soal seni budaya, sosial politik di Indonesia.
Tahun 1982, Sobron dan kawan-kawannya di Rue Vaugirad Paris, mendirikan Restoran Indonesia, yang menjadi terkenal di kalangan seniman dan kaum pengungsi sebagai tempat anak Indonesia dirantau orang berjumpa.
Selalu banyak tamu dan kawan senasib yang nginap di rumahnya. Sejenak mereka jadi pelepas rindu akan tanah airnya yang ribuan kilo meter dari Paris. Bahkan Wim Umboh, ketika membuat filmnya 'Secawan Anggur Kebimbangan' menginap disana. Istrinya sudah lama meninggal di Beijing dan 2 anak perempuannya serta 4 cucunya tinggal di Holland.
Tahun 2000, Sobron dengan cucunya mudik ke Tanjungpandan. Inilah yang ia tulis
tentang kepulangannya: "Mau kemana aku? Belum ada tujuan tertentu. Tak ada seorangpun teman dan keluarga mendatangiku. Begitu kami datang ke Tanjungpandan, kota kelahiranku, kampung halamanku, tempat seketurunanku, tak seorangpun yang berani dan rela menawariku buat menumpang menginap.
Itulah sebabnya berdua cucuku Laura yang ketika itu berumur 10 tahun, memutuskan kita menginap di hotel saja. Pulang ke kampung halaman, tetapi menginapnya di hotel, karena tak seorangpun berani dan mau menawari tempat bermalam. Rasanya menerima keadaan ini bukan main terasa sangat malunya, terhina dan terasa tersisihkan."
Lalu ditulisnya: "Dulu yang kulihat dan kurasakan, rasa kekeluargaan danpersaudaraan. Dan begitu memandang pantai Tanjungpendam dan Air Saga, kampungku, penuh dengan keindahan, penuh rasa aman dan damai. Begitu menikmati alamnya, pantainya, pasir putihnya, mata lalu terpikat tak mau beranjak.
Dan hati ini terasa damai dan senang berkepanjangan. Tetapi kini, hilanglah sudah semua itu. Hanya merupakan kenangan yang sangat menyedihkan. Dan karena aku sendirian di tepi pantai Tanjungpandan ini, biarlah kupuaskan mengenangmu semua itu."
Di tahun 2000 terbit kumpulan puisinya 'Mencari Langit' dan di tahun 2002 kumpulan puisi Sobron Aidit dan kawan-kawannya di luar negeri yang berjudul 'Di
Negeri Orang, Puisi Penyair Indonesia Eksil terbit di Jakarta.
Apapun yang terjadi nampaknya Sobron Aidit tak bisa lari dari pertanyaan orang, mengenai abangnya D.N.Aidit yang terkenal di zaman Nasakom-nya Bung Karno tempo doeloe. Sobron selalu menulis dan kini puisinya mulai dibaca generasi baru Indonesia.
Ia selalu mencari langit, mencari matahari, sekalipun di Paris yang jauh. Wahai beribu-ribu impian, harapan, cita-cita, semuanya tinggal kenangan terpendam di Tanjungpendam. Sobron Aidit cuma bisa mengenangnya dan terus jadi suara untuk rakyat kecil ditepi jalan kecil yang tak bisa bersuara.
Semoga di suatu waktu nanti kita bisa rekonsiliasi dan berdamai. Dan semua eksil di rantau jauh, akhirnya bisa kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Bagaimana?
Kirimkan komentar dalam artikel ini pada
http://www.mediakrasi.com/article.php?story=20031122043230653#comments
----------
Mengapa Anak Muda di Negara Kaya Mudah Bunuh Diri?
Dimuat di situs Mediakrasi (www.mediakrasi.com) 29/10/2003
Oleh: Lasma Siregar (Melbourne, Australia)
Mediakrasicom, Dunia Sudah Gila - Di Taipeh, kalau anda berjalan di bawahbangunan tinggi dianjurkan untuk melihat ke atas. Soalnya banyak orang bunuhdiri terjun dari jendela dan menimpa orang di bawah yang terkadang terbunuh secara tak sengaja.
Di San Francisco di jembatannya ada tulisan yang berbunyi: Dilarang masuk! Dilarang jalan kaki. Dilarang datang dan dilarang bunuh diri! Yang mencoba bunuh diri, kalau tertangkap basah atau kering bisa didenda atau masuk penjara.
Di Jepang ada tempat yang terkenal buat bunuh diri seperti stasiun kereta api Sinyuku di Tokyo. Caranya juga terjun. Kali ini ke rel kereta api kilat dan matinyapun kilat. Juga banyak yang gantung diri di hutan kayu sekitar gunung Fuji yang dianggap suci. Bahkan pernah ada buku (best seller), petunjuk cara-cara bunuh diri yang praktis, aman, dan murah meriah serta dijamin sukses.
Di Australia yang gemar bunuh diri adalah kaum muda yang patah hati, bangkrut, gagal sekolahnya atau hampa dalam hidup ini. Banyak kaum muda yang ingin jadi "orang biasa" dan hidup "apa adanya", tapi apa daya orang tuanya sudah keburu mengantungkan cita-cita anaknya setinggi bintang Kejora atau planet Mars.
Kadang-kadang anak muda tak bisa menggapai idaman yang dipacu orang tua ataumasyarakat, lalu mereka hilang gairah hidup, berakhir dengan depresi. Jadi drugsaddict, alkoholik, mental problem yang berakhir dengan bunuh diri. Mereka pergiketempat pilihannya (jurang laut atau gunung batu!)naik taksi atau kereta api. Meninggalkan jacket atau tas(ransel)nya yang berisi surat atau pesan terakhirnya. Lalu terjun!
Banyak yang mati, yang gagal apa mau dikata. Patah kaki patah tangan, merana jadi cacat sepanjang hidup. Tidak semua orang berbakat "harakiri". Kekayaan material saja tak membuat hidup orang punya arti. Kalau hidup itu kosong melompong, hampa dan sepi, seseorang pasti bertanya: "Untuk apa hidup ini? Mengapa saya ada didunia ini?"
Begitu banyak anak muda yang jadi sarjana ini dan sarjana itu, bukan karena mereka ingin atau suka, tapi sekedar bikin orang tua senang dan puas. Alangkah sepi hidup kalau kita tak menghidupi hidup yang kita pilih, tapi hidup dan mimpinya orang lain(orang tua!).
Antara ambisi muluk orang tua dan realitas anak muda, terkadang jurangnya dalam dan berbahaya. Di mana mimpi berakhir dan realitas bermula, garisnya tak pernah jelas. Berapa banyak orang di negara kaya yang bangun tidur terus "bermimpi" dengan mata yang melek!
Di Australia di hari tertentu, kita bisa lihat para sukarelawan yang seragamnya ada tulisan: "Here for life! Youth suicide prevention society" Mereka mengumpulkan dana untuk organisasi yang giat mencegah bunuh dirinya anak muda.
Di Indonesia, nampaknya bagaimanapun beratnya hidup, kita semua masih saja bagaikan Chairil Anwar yang ingin hidup "seribu tahun lagi". Dan orang tua di negara maju seperti Australia nampaknya perlu dididik bagaimana jadi "orang", kalau anak-anaknya mau diselamatkan. (LS03)
Kirimkan komentar dalam artikel ini pada
http://www.mediakrasi.com/article.php?story=20031029014605603#comments